Minggu, 28 Maret 2010

Mencumbu polisi

Cerita saya ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan, itu hanyalah kebetulan. Pada saat itu, aku sedang mengendarai motor di jalan Soekarno-Hatta. Aku tidak memakai helm karena aku terburu-buru pergi ke tempat pacarku. Apesnya, aku dicegat sama polisi. Polisi itu naik mobil, tiba-tiba memotong jalanku, aku kaget hampir saja kutabrak mobil polisi itu. Aku rem motorku, karena terjadi hentakkan, jadi tubuhku hilang keseimbangan lalu aku jatuh dari motorku. Aku terguling-guling di jalan. Tapi syukurlah hanya lecet biasa.

Pada saat aku masih dalam keadaan telungkup, aku lihat pintu mobil polisi itu terbuka. Tapi anehnya, aku sepertinya kok melihat kaki seorang wanita. Kakinya yang putih mulus dan indah itu kini berada tepat di wajahku, kutegakkan kepalaku. Betapa kagetnya aku, mataku seperti melihat "hutan belantara" di antara kedua kaki yang jenjang itu. Setelah kuperhatikan baik-baik, ternyata dia seorang polisi wanita, pangkatnya Letnan Dua dan di dada kirinya tertulis namanya, LILIS. Dia sangat cantik dan ohh.., body-nya mirip gitar Spanyol.

Aku jadi bengong, dan, "Plaaakkk..!" sebuah tamparan mendarat di pipiku.
"Hei, apa yang Kamu lihat..? Ayo sekarang serahkan SIM dan STNK cepet..!" bentaknya.
Aku jadi kaget dan segera kuambil dompetku, lalu kuambil SIM dan STNK, lalu kuserahkan padanya. Sementara dia melihat suratku, aku pandangi lagi dia ohh.., betapa cantik polisi cewek ini. Aku duga umurnya paling masih sekitar 25 tahun, seumur dengan kakakku. Samar-samar di dalam mobil ada cewek satu lagi, dia seumur dengannya tetapi pangkatnya lebih rendah, kalau tidak salah sersan dua. Kakinya putih tetapi tidak semulus polwan yang tadi.

Lalu tanpa kusadari, Letnan Lilis mengambil sesuatu dari dalam mobil, dia berjalan menuju hidung mobil, lalu dia membungkukkan badannya untuk menulis sesuatu. Pada posisi nungging, aku lihat lagi body-nya yang wuih selangit deh... Tanpa kusadari, "adik kecilku" membengkak perlahan.
Setelah itu dia tegakkan badannya, terus berkata, "Eee.. saudara Sony, Anda Kami tilang karena Anda tidak memakai helm dan ngebut. Sidang akan dilaksanakan besok lusa. Jangan lupa Anda harus hadir di persidangan besok. Oke..?"
"Tapi Bu, besok lusa Saya tidak bisa hadir, soalnya pada hari itu Saya harus mengantar pacar yang akan diwisuda. Jadi Saya minta tolong sama Ibu, bagaimana dech baiknya agar persoalan ini selesai..?"

Lalu dia bilang, "Do you have some money..?"
"Aduh, maaf sekali Bu, Saya sama sekali tidak membawa uang sepeser pun." jawabku.
"Baiklah, kalau gitu SIM-mu Aku tahan untuk sementara, tapi nanti malam Kamu harus pergi ke rumah Saya. Dan ingat..! Kamu harus datang sendiri. Oke..? Ini alamatku. Jangan lupa lho, Aku tunggu jam 19:00."
Dia pergi sambil mengerdipkan matanya kepadaku. Aku kaget, tetapi happy banget, pokoknya senang dech.

Aku sampai di rumahnya sekitar jam 19:00 dan langsung mengetuk pintu pagarnya yang sudah terkunci. Tidak lama kemudian, Ibu Lilis muncul dari dalam dan sudah tahu aku akan datang malam itu.
"Ayo Son.., masuk. Aku sudah lama nunggu lho, sampai basah dan bau keringat pantatku duduk terus dari tadi.." sapanya.
"Akkhh.. Ibu bisa saja..." jawabku.

"Sorry.., pintunya sudah digembok, soalnya Aku tinggal sendiri, jadi harus hati-hati." sambutnya.
"Oh.., jadi Ibu belum menikah too..? Sayang lho..! Wanita secantik Ibu ini belum menikah.." kataku merayu.
"Aaaa.. Kamu merayu ya..?" tanyanya.
"Enggak kok Bu, Saya berkata begitu karena memang kenyataannya begitu. Coba Ibu pikir, Ibu sudah mapan hidupnya, cantik luar-dalam, dan sebagainya dech..." jelasku.
"Ehhkk.. Aku cantik luar-dalam, apa maksud Kamu, Aku cantik luar-dalam..?" tanyanya lagi.
"Waduh.., gimana ya, malu Aku jadinya..?" jawabku.
"Kamu nggak perlu malu-malu mengatakannya, Kamu ingin SIM Kamu kembali nggak..?" ancamnya."Eee.. sekarang gini aja, Kamu udah punya pacar khan..? Sekarang Saya tanya, kenapa Kamu memilih dia jadi pacar Kamu..?" tanyanya lagi.
"Eee.. jujur aja Bu, dia itu orangnya cantik, baik, setia dan cinta sama Saya, that’s all.."

"Kalau seumpama Kamu disuruh milih antara Saya dan pacar Kamu, Kamu pilih Saya atau pacar Kamu sekarang..? Bandingkan aja dari segi fisik, Oke.. Saya atau Dia..?" tanyanya memojokkanku.
"Eeee... Anu.. anu... eee..," aku dibuat bingung tidak karuan.
"Ayo.. jawab aja..! Kalau Kamu tidak jawab, SIM Kamu tidak kukembalikan lho..!" ancamnya lagi.
"Waduhhh.., gimana ya..? Ehmmm.., baiklah, Saya akan jawab sejujurnya. Saya tetap akan memilih pacar Saya sekarang." jawabku.

"Wow.., kalau begitu dia lebih cantik dan semok dong dari Saya..?" jawabnya lirih.
"Eeee.. bukan begitu Bu, Saya memilih pacar Saya walaupun Dia sebetulnya kalah cantik dari Ibu, dan segalanya dech..!" jawabku. "Akhh... yang benar, jadi Aku lebih cantik dan semok dari Dia..?" tanyanya lagi.
"Jujur saja.., ya.. ya.. ya.." jawabku mantap.
"Ohhh.., Aku jadi tersanjung dan terpikat dengan jawabanmu tadi..," katanya girang, "Wah.. jadi lupa Aku, Kamu nonton TV aja dulu di ruang tengah, Aku mau ambil SIM Kamu di kamar.., Oke..?" pintanya.

Lalu aku menuju ke ruang tengah, kuputar TV. Secara tidak sengaja, aku melihat tumpukan VCD. Aku tertarik, lalu kulihat tumpukan VCD itu, lalu, ohhh astaga, ternyata tumpukan VCD itu semuanya film "XXX", aku terkejut sekali melihat tumpukan film "XXX" itu. Sebelum aku melihat satu-persatu, terdengar bunyi pintu dibuka. Lalu, ohhh, aku terkejut lagi, Ibu Lilis keluar dari kamarnya hanya menggenakan daster pink transparan, di balik dasternya itu, bentuk payudaranya terlihat jelas, terlebih lagi putting susunya yang menyembul bak gunung Semeru.

Begitu ia keluar, mataku nyaris copot karena melotot, melihat tubuh Ibu Lilis. Dia membiarkan rambut panjangnya tergerai bebas.
"Kenapa..? Ayo duduk dulu..! Ini SIM Kamu.. Aku kembalikan.." katanya.
Wajahku merah karena malu, karena Ibu Lilis tersenyum saat pandanganku terarah ke buah dadanya.
"SIM Kamu, Aku kembalikan, tapi Kamu harus menolong Saya..!"
Ibu Lilis merapatkan duduknya di karpet ke tubuhku, aku jadi panas dingin dibuatnya.
"Sonnn..?" tegurnya ditengah-tengah keheninganku.
"Ada apa Bu..?" tubuhku bergetar ketika tangan Ibu Lilis merangkulku, sementara tangannya yang lain mengusap-usap daerah "XXX"-ku. "Tolong Ibu Lilis ya..? Dan janji, Kamu harus janji untuk merahasiakan hal ini, kalau tidak aku DOR Kamu..!" pintanya manja.
"Tapi... Saya.., anu.., eee.."
"Kenapa..? Ooooo.. Kamu takut sama pacar Kamu ya..?" katanya manja.
Wajahku langsung saja merah mendengar perkataan Ibu Lilis, "Iya Bu..." kataku lagi.
"Sekarang Kamu pilih disidang atau pacar Kamu..?" ancamnya.

Dia kemudian duduk di pangkuanku. Bibir kami berdua kemudian saling berpagutan. Ibu Lilis yang agresif karena haus akan kehangatan dan aku yang menurut saja, langsung bereaksi ketika tubuh hangat Ibu Lilis menekan ke dadaku. Aku bisa merasakan puting susu Ibu Lilis yang mengeras. Lidah Ibu Lilis menjelajahi mulutku, mencari lidahku untuk kemudian saling berpagutan bagai ular. Setelah puas, Ibu Lilis kemudian berdiri di depanku yang dari tadi masih melongo, karena tidak percaya pada apa yang sedang terjadi. Satu demi satu pakaiannya berjatuhan ke lantai. Tubuhnya yang polos tanpa sehelai bnenangpun seakan akan menantang untuk diberi kehangatan olehku.

"Lepaskan pakaiannmu Sonnn..!" Ibu Lilis berkata sambil merebahkan dirinya di karpet.
Rambut panjangnya tergerai bagai sutera ditindihi tubuhnya.
"Ayooo.. cepat dong..! Aku udah gatel nich.. ohhh.." Ibu Lilis mendesah tidak sabar.
Aku kemudian berlutut di sampingnya. Aku bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan, karena malu.
"Sonnn.. letakkan tanganmu di dadaku, ayo ohhh..!" pintanya lagi.
Dengan gemetar aku meletakkan tanganku di dada Ibu Lilis yang turun naik. Tanganku kemudian dibimbing untuk meremas-remas payudara Ibu Lilis yang super montok itu.
"Oohhh... enakk.., ohhh... remas pelan-pelan, rasakan putingnya menegang.." desahnya.
Dengan semangat aku melakukan apa yang dia katakan.

Lama-lama aku jadi tidak tahan, lalu, "Ibu.. boleh Saya hisap susu Ibu..?"
Ibu Lilis tersenyum mendengar pertanyaanku, dia berkata sambil menunduk, "Boleh Sayang... lakukan apa yang Kamu suka.."
Tubuh Lilis menegang ketika merasakan jilatan dan hisapan mulutku yang sekarang mulai garang itu di susunya.
"Oohhh... jilat terus Sonnn..! Ohhh..." desah Ibu Lilis sambil tangannya mendekap erat kepalaku ke payudaranya.
Aku lama-lama semakin buas menjilati puting susunya, mulutnya tanpa kusadari menimbulkan bunyi yang nyaring. Hisapanku semakin keras, bahkan tanpa kusadari, aku menggigit-gigit ringan putingnya yang ohhh.

"Mmm... nakal Kamu..." Ibu Lilis tersenyum merasakan tingkahku yang semakin "Jozzz" itu.
Lalu aku duduk di antara kedua kaki Ibu Lilis yang telah terbuka lebar, sepertinya sudah siap tempur. Ibu Lilis kemudian menyandarkan punggungnya pada dinding di belakangya.
"Ayo, sekarang Kamu rasakan memekku..!" ia membimbing telunjukku memasuki liang senggamanya.
"Hangat, lembab, sempit sekali Bu..." kataku sambil mengucek kedalaman liang kenikmatannya. "Sekarang jilat 'kontol kecil'-ku..!" katanya.
Pelan-pelan lidahku mulai menjilat klitoris yang mulai menyembul tinggi sekali itu.

"Terus.. ooohhh.. ya.. jilat.. jilat. Terus.. ohhh..." Ibu Lilis menggerinjal-gerinjal keenakan ketika kelentitnya dijilat oleh mulutku yang mulai asyik dengan tugasnya.
"Gimana.., enak ya Bu..?" aku tersenyum sambil terus menjilat.
"Oohh.. Soonnn..." tubuh Ibu Lilis telah basah oleh peluh, pikirannya serasa di awang-awang, sementara bibirnya merintih-rintih keenakan.

2 komentar: