Minggu, 28 Maret 2010

Ku Tidur Dengan Guru Anakku

Cerita dewasa kali ini menceritakan pengalaman seorang wanita cantik yang sudah menjanda. Ibu muda ini
bernama ibu Nita, dan ber anak satu yang masih
duduk dibangku sekolah dasar. ekonominya hanya
pas-pasan saja dan sayangnya IQ anaknya kurang
tinggi. Sehingga ibu Nita yang sudah tau kalau
anakknya enggak bakalan naik kelas 2. karenanya
bu nita mencoba mendekati kepala sekolahnya yang
bernama pak Roy. Rupanya pak Roy mengerti akan
maksud dari kedatangan bu Nita tersebut.

Dan untuk menghindari kecurigaan para guru di
sekolah maka pak Roy menyuruh bu nita untuk bertemu
dengannya di sebuah lobby hotel malam itu juga.

“Anak ibu bisa naik kelas dua tapi … ”
“Tapi apa pak?” tanyaku cepat-cepat
Pak Roy tak meneruskan ucapannya
dia hanya menatapku dengan tajam tanpa
reaksi apapun. “Berapa yang bapak minta?”
tanyaku setelah beberapa lama kutunggu dia
untuk melanjutkan ucapannya.
“Ibu tak mungkin dapat memenuhinya
kalau saya ucapkan!” katanya dengan nada
datar.
“Berapa lah pak, tolong anak saya”
ucapku lirih dengan nada memelas
“Eee…… tiga juta!”
“Tiga juta!” kataku terkejut
“Iya tiga juta”
“Dari mana saya punya uang sebanyak
itu, pak” kataku lagi yang masih terkejut.
“Bila tak punya uang sebesar itu masih
bisa ibu usahakan dengan cara yang lain”
“Bagaimana caranya itu pak”
“Asal ibu tak keberatan pasti bisa”
“Iya tapi bagaimana pak!” tanyaku lagi.
Setelah lama pak Roy berpikir panjang
lalu dia berkata ….. “Bagaimana kalau
sebagai gantinya malam ini bu Nita bermalam
di hotel bersama!” ucapnya pelan setengah
berbisik ditelingaku.
“APA!???” desisku terkejut.
“Iya, bermalam bersama saya!”
katanya lagi sambil tangannya melingkar
dibahuku. ” Bagaimana? toh tak ada ruginya!”
katanya lagi sambil merapatkan tubuhnya
ketubuhku yang duduk disofa itu. Aku yang
masih shock dengan apa yang barusan
kudengar belum hilang.

Akhirnya setelah beberapa lama
aku dirayunya dan dengan setengah hati kedua
kakiku melangkah mengikutinya menuju mobil
sedan pak Roy yang akan membawaku ke
sebuah penginapan yang lain yang agak jauh.

Akhirnya kami sampai juga di sebuah
penginapan dipinggir kota, jauh dari rumah
untuk menghindari ketahuan dari kerabat
maupun dari teman. Jam sudah menunjukan
pukul 8 malam saat tiba dikamar motel itu.
“Santai aja bu Nit…” katanya setelah
mengunci pintu kamar itu sambil melangkah
menggiringku ketepian ranjang. “… ayo duduk
dulu, kita rileks sebentar….” ucapnya sambil
memeluk pinggangku. Jantungku berdebar -
debar rasanya karena canggung dan malu.
“Di kamar ini bu Nita tak usah malu…”
desisnya dekat telingaku sambil tangannya
mulai bergerak kearah buah dadaku. “…
Uuuuu…. dada bu Nita pasti indah sekali!”
ucapnya ketika tangannya meraba-raba buah
dadaku dari balik bajuku.
Dalam waktu yang cukup singkat,
seluruh pakaianku sudah terlepas dari
tubuhku tanpa sehelai benangpun dan dalam
sekejap juga mas Roy melepas pakaiannya
sendiri tanpa malu-malu dihadapan mataku
sambil matanya memelototi tubuhku yang
telanjang ini.
“Pokoknya buat saya puas!… pasti
anak ibu naik kelas” bisiknya ditelingaku
sambil tangannya mendorong tubuhku
kebelakang hingga tubuhku merebah
telentang dari pinggir ranjang.
Setelah itu kedua belah pahaku
direnggangkan kekiri dan kekanan dan
kemudian …….
“OUH……….”desahku, ketika saat itu
kurasakan mulutnya mas Roy mulai menciumi
dan melumati bibir kemaluanku. Jantungku
hanya berdebar-debar kencang dan sekali-kali
aku melingking dan merintih panjang
menahan rasa geli yang menggelitik diseputar
pangkal pahaku. “SSSST……OUH….masss.. .”
desisku berulang-ulang sambil memejamkan
mata dan tangankupun mulai meremasi
kepala mas Roy yang masih berada diseputar
pangkal pahaku.
Cukup lama mas Roy mempermainkan
bagian kemaluanku, dari mulai aku hanya
merasa terpaksa untuk melakukannya hingga
sampai sampai diriku menjadi benar – benar
terangsang sekali dibuatnya.
“Ouhhh…Ouhhhh…. masss…..” rintihku
dengan nafas yang mendesah-desah
menahan gejolak nafsu yang mulai timbul.
Setelah melihatku yang amat sangat
terangsang barulah dia mengambil posisi
dengan menaikkan kedua belah pahaku
sambil mengarahkan penisnya yang sudah
tegang sejak tadi. Beberapa kali penisnya
gagal menembus pertahananku hingga
akhirnya dia mengoleskan seluruh batang
penisnya dengan baby oil.
“AAAAAA….!!!!!!!!!!!” Jeritku keras-
keras. Menahan perih dan ngilu yang amat
sangat diseputar pangkal pahaku. Kurasakan
kepala penisnya menembus masuk kedalam
lubang kemaluanku dengan ditekan secara
perlahan-lahan hingga kepala penisnya
tenggelam tak kelihatan lagi didalam lubang
kemaluanku yang terbentang lebar.
Malam itu aku benar-benar dibuatnya
melayang-layang tanpa henti. Dia benar-benar
bagai kuda liar yang buas dan lincah. Setelah
mengguncang tubuhku cukup hebat hingga
mencapai titik klimaksnya dia mencumbu dan
melubat bibirku sepuas-puasnya tak terkecuali
dengan buah dadaku. Tubuhkupun penuh
dengan tetesan lendir putih yang dikeluarkan
dari ujung kepala penisnya itu.
Sudah empat babak rasaya Pak Roy
menggauli tubuhku tanpa lelah sedikitpun
malam itu. Tiap-tiap babak aku hanya dapat
meluangkan waktu barang satu batang rokok
yang dihisapnya.
“Bagaimana bu Nita! puas ngak?”
tanyanya sambil menaruh puntung rokok yang
tersisa ditangannya ke asbak yang diletakkan
tak jauh dari sisi ranjang.
“Udah cukup ya mas …..!” balasku
pelan, dengan nafas yang masih belum
teratur.
“Ah belum dong!” katanya pelan sam-
bil membelai-belai buah dadaku. “…kenapa?”
katanya kembali, sambil jemari tangannya
mulai nakal dengan memencet-mencet
punting susuku dengan lembut.
“Udah perih, mas!…” kataku pelan.
“Perih?, ah nanti juga ilang sendiri kok!
jangan takut. Lagian baru jam 1 pagi, kan tadi
katanya mau menemani saya sampai pagi.”
katanya lagi.
“Iya, tapi ….”
“Ssstt……..” tiba-tiba dia menempelkan
jari telunjuknya kemulutku sebagai tanda
supaya aku jangan protes, dan tetap melayani
sampai dia puas benar.
Akhirnya taklama kembali lagi tubuhku
disetubuhi untuk yang kelima kalinya. Walau
demikian akhirnya akupun turut terangsang
dan menikmati setiap gerakannya hingga aku
kembali mencapai klimaks yang entah
keberapa kali saat itu.
“Bagaimana bu Nit? udah ngak sakit
lagikan sekarang.!” Katanya dengan nafas
yang masih memburu.
Aku hanya terdiam saja dengan mata
yang terpejam sambil menikmati rasa gejolak
yang tersisa. Kurasakan bibirku dikecupnya
beberapa kali.
Akhirnya selama hampir satu setengah
tahun lamanya tubuhku menjadi tempat
pelampiasan nafsunya sampai akhirnya dia di
pindah tugaskan ke luar pulau. Tapi itu bukan
dari akhir dari cerita, karena sebelum dia
pergi, mas Roy malah menyerahkan tubuhku
kepada penggantinya yaitu pak Togar.
“Bu Nita!, ini saya kenalkan dengan
orang yang akan menggantikan kedudukan
saya!” ucap pak Roy kepadaku.
“Oh ini yang namanya Bu Nita!” ucap
orang yang dikenalkan padaku. “…saya
Togar! pengganti pak Roy.” katanya sambil
menjabat tanganku dengan mantap. “Wah
keliatanya habis tempur habis-habisan nih!”
serunya sambil memandang kesudut ruang,
matanya tertuju pada ranjang dikamar motel
yang memang kami tempati sejak sabtu
kemarin.
“Wah tau aja nih Bang Togar!” celetuk
mas Roy sambil tertawa lebar yang diikuti
oleh seyum bang Togar sendiri.
“Wah kalau begitu boleh dong saya
cicip sebentar, sebagai perkenalan?” ucap
Bang Togar tanpa malu-malu.
“Oh silahkan Bang, silahkan.” ucap
mas Roy.
Aku hanya diam saja dan tak terkejut
lagi karena sudah diberi tahu oleh mas Roy
sebelumnya.
“Bu Nita biar saya tinggal sekarang
yah!, lagi pula saya sudah waktunya untuk
berangkat kepelabuhan, biar nanti Bang Togar
yang anterin pulang.” katanya sambil dia
melangkahkan kakinya kepintu kamar.
“Pokoknya anak ibu pasti lulus terus deh
dijamin” katanya padaku berbisik dan
kemudian meninggalkan kami berdua setelah
mengecup bibirku dan sempat-sempatnya
meremas pantatku saat itu.
Setelah mas Roy tak terlihat lagi oleh
pandangan mata maka kamipun kembali lagi
masuk kedalam kamar motel itu.
“Ahhh!” pekikku kaget ketika baru pintu
kamar ditutup tiba-tiba tubuhku diangkat dan
digendongnya………
…untungnya aku cepat menangkap
pundaknya bang Togar yang berotot itu
dengan lengan kananku sedangkan belakang
kedua lututku diangkatnya dengan ringan
seperti tanpa beban.
“Kita mandi bareng yuk mbak Nit!”
ucapnya sambil memandang wajahku yang
masih kuyup dan lesuh. Aku hanya diam saja
hanya mataku saja yang memberikan syarat
menginyakan.
Sambil menggendong tubuhku, yang
seperti anak kecil akan dimandikan, dia
melangkahkan kakinya menuju pintu kamar
mandi lalu masuk kedalamnya dan tubuhku di
turunkannya didalam bath up itu.
“Biar saya yang buka dasternya” kata
bang Togar yang bersuara berat itu sambil
tangannya membuka kedua kancing dasterku
lalu dia mengangkat dasterku mulai dari
pinggulku keatas hingga kedua pahaku yang
putih mulus itu terlihat oleh matanya, lalu
diangkatnya lebih tinggi lagi hingga bibir
kemaluanku terlihat dengan jelas olehnya
karena memang aku semalam tak
mengenakan pakaian dalam hanya dibalut
oleh daster saja, itupun aku pakai sesaat
sebelum seseorang yang bernama bang
Togar itu datang kekamar motel yang aku
tiduri bersama mas Roy.
“HHHmmmm…pantesan aja si Roy
betah sama mbak Nita yang aduhai ini”
celetuknya setelah dasterku telah lepas dari
kulit tubuhku yang putih bersih dan padat ini.
“Sekarang mbak boleh telentang di
bath up itu” katanya sambil tangannya yang
terasa kasar itu menarik lenganku untuk
rebahan di bath up. Kemudian dia menutup
lubang bath up itu sambil menyalakan air
yang mulai mengucur dengan derasnya
mengisi bath up tersebut.
“Saya mau ambil shampo dan sabun
dulu ya mbak” kata Bang Togar.
“Oh iya mas…eh..bang!” kataku
dengan sedikit gugup karena sebetulnya aku
bukan seorang pelacur yang sudah terbiasa
menghadapi setiap macam lelaki, tatapi aku
hanya seorang janda yang sebetulnya hanya
terpaksa melayani lelaki seperti mas Roy dulu
demi menyelamatkan anakku supaya anakku
dapat terus melanjutkan bangku sekolahnya.
Sementara bang Togar keluar kamar
mandi untuk mengambil shampo dan sabun,
aku hanya dapat melamun saja
membayangkan apa yang akan terjadi
denganku sekarang ini, apakah sama dengan
cara melayani mas Roy atau berbeda.
“Eh…kok ngelamun…. ngelamunin mas
Roy yach!” tanya bang Togar yang sudah
kembali masuk kedalam kamar mandi dengan
membawa shampo dan sabun.
“Oh…enggak bang” kataku sekenanya.
“Sudah lama menjanda?” tanya bang
Togar sambil dia membuka kaosnya.
“Sudah empat tahun bang” jawabku
sambil memandang dadanya yang bidang dan
sedikit berbulu dengan kulit tubuhnya yang
berwarna kecoklatan cukup kontras sekali
dengan warna kulit tubuhku yang putih ini.
“Tapi sejak mengenal si Roy…Nita
ngak kesepian lagi dong!” tanya bang Togar
mencomba untuk membuat suasana sedikit
lebih santai.
“Ah…Bang Togar bisa ajah!” kataku
dengan mataku yang masih menatap
tubuhnya yang besar dan kekar itu.
Kini aku sedikit terkejut dengan mataku
sedikit membelalak melihat apa yang tak
pernah kubayangkan sebelumnya sambil
menelan ludah beberapa kali ketika mataku
tertuju pada burung yang menggelantung saat
dia melorotkan celana dalamnya sendiri. Bulu
kudukku langsung berdiri dan merinding
sekujur tubuhku takkala kulihat Batang
penisnya yang panjang hampir sepanjang
penggaris kecil berukuran kurang lebih 20
centi meteran….. “Glek…..” aku terus menelan
ludahku sendiri, belum lagi ketika mataku
tertuju pada kepala burungnya yang
bentuknya mirip seperti topi baja pasukan
Jerman pada waktu perang dunia ke 2.
“Busyeeet…..ya…ammmmpunnnn n!!!”
kataku dalam hati melihat kepala penisnya
yang besar sebesar bakso bola tenis. “Itu
barang masih tidur, gima besarnya nanti kalo
udah bangun….Hiiiiiii…” kataku lagi dalam hati
dengan mataku yang masih memelototi
bagian-bagian tubuhnya itu.
“Tuh bengong lagi….kenapa? udah
kepingin yach” suara bang Togar yang keras
dan berat itu mengejutkanku yang masih
galau membayangkan apa yang akan terjadi.
“Ah…Abang” kataku pelan dengan
muka sedikit memerah karena malu ketahuan
sedang memelototi tubuhnya itu.
“Biar saya kramasin mbak Nita yach!”
ucap bang Togar sambil kakinya masuk
menginjak bath up yang sudah mulai terisi air
itu. Bang Togar akhirnya duduk dibibir bath
up dekat tubuhku hingga dapat lebih jelas lagi
kulihat batang penisnya yang besar itu.
Rambutku mulai diguyurnya dengan air
yang keluar dari mulut selang pancuran itu.
Bau shampo sunslik mulai menerpa hidungku.
Kurasakan kepalaku mulai diremasinya dan
sekali-kali menggaruk-garuk kulit kepalaku
hingga busa shampo tersebut mulai
menggunung dikepalaku, rambutku yang
terurai dan panjang sebatas punggung juga
diurut-urutnya.
“Aku suka rambutmu Nit…, rambutmu
hitam dan halus” kata bang Togar setelah
menyiram rambutku kembali menghilangkan
busa-busa shampo yang masih melekat
dirambutku.
“Ngomong-ngomong sudah lama hidup
menjanda Nit?” tanya bang Togar, sambil dia
beralih mengambil sabun cair .
“”Sudah lama bang…sudah 5 th!, kalau
bang Togar masih punya istri?” jawabku
sambil aku balas bertanya.
“Oh masih…masih..ada. Tapi istri saya
ada di Sumatra sana, saya tinggal di jakarta
sendiri saja.” jawab bang Togar, sambil
tangannya mulai mengusap-usap punggungku
dengan sabun cair.
“Zzzzz….” desisku lirih, takkala telapak
tangannya yang kasar itu mulai menyentuh
bagian pinggir dari buah dadaku. Kemudian
tangannya mulai beralih kebagian depan
tubuhku.
“Mbak Nita…tolonging saya yach!”
“Tolongin apa bang” tanyaku
“Ya…sementara saya bersihin tubuh
mbak Nita, mbak Nita tolong bersihin punya
saya!” katanya sambil tangan kirinya
memegang batang penisnya sendiri itu.
“Ayo…enggak usah malu-malu sama saya…..
pegangya…pengang! ” katanya menyuruhku
untuk memegangnya.
Walaupun sedikit ngeri melihat batang
penisnya yang panjang itu akhirnya jari
telunjuk dan jempolku mulai mengambil alih
batang penisnya yang sedari tadi sudah
dipegangnya sambil digoyang-goyangnya.
Jantungku mulai berdetak lebih cepat ketika
jariku sudah mulai menyentuhnya.
“Ayo dong disanyang” kata bang Togar
sambil melihat wajahku, menyuruhku untuk
mengelus-elus batang penisnya itu. “….oh iya
kenalin ini si Tohar” ucap bang Togar lagi
sambil terseyum senang melihat tanganku
yang mulai meraba-rabanya.
“Mbak Nit…dia masih bobo, coba kamu
sun…dikit biar bangun!” kata bang Togar .
Merinding jadinya mendengar ucapan
bang Togar yang menyuruhku untuk
mengecup ujung topi bajanya itu.
“Crrup……” suara bibirku terdengar
nyaring saat mencium ujung topi bajanya.
“Yaaaa….Ammmpun….bener kan”
desisku dalam hati, ketika tak berapa lama
kemudian batang penisnya mulai terasa
menegang diikuti dengan membengkaknya
batang penis yang sedang kupegang hingga
lama-kelamaan telapak tanganku yang
tadinya dapat memegang 3/4 bagian dari
batang penisnya kini telapak tanganku hanya
sanggup memegang 1/2 bagian saja dan
itupun diikuti dengan semakin memanjangnya
batang penisnya, bahkan bila aku genggam
dengan kedua telapak tanganku pun kepala
topi bajanya masih menonjol dan batang
penisnya masih telihat sekitar satu ruas jari.
Yang membuat nyaliku semakin ciut dan
seluruh bulu kuduk ku berdiri ketika kepala
topi bajanya yang tadinya masih sebesar
bakso tenis sudah berubah menjadi satu
setengah kalinya.
Sementara kedua tanganku masih
terus mengelus dan meremas batang
penisnya, bang Togar masih sibuk menyabuni
bagian depan tubuhku, tangannya terus
menggosok ke leherku lalu turun kebawah
sedikit kearah dadaku lalu kembali turun lagi
kebuah dadaku yang kenyal itu sambil telapak
tangannya tak henti berputar-putar hingga
sabun cair yang dipakainya berubah menjadi
busa sabun dikulit buah dadaku. Lalu telapak
tangannya turun lagi masuk kedalam air di
bath up dan mulai menggosok-gosokkan
bagian perut tubuhku.
Nafasku sedikit demi sedikit mulai
tertahan takkala telapak tangannya semakin
turun kebawah hingga tepat diatas bibir
kemaluanku yang sudah tidak ada bulu-bulu
hitam dan keriting karena dulu mas Roy selalu
mencukur bulu-bulu yang menyelimuti daerah
bibir kemaluanku hingga licin.
“Ouh….” desisku dengan sedikit
tertahan saat kurasakan telapak tangannya
mulai turun dan menyentuh bibir luar
kemaluanku.
“wow….tebel ya Nit…..” bisik bang
Togar dekat telingaku, saat tangannya
merasakan bagian luar bibir kemaluanku. “….
Ini baru yang namanya dingin-dingin empuk”
katanya lagi setelah sebelah lipatan bibir
kemaluanku sedikit ditarik dan diremas
dengan jemarinya.

“Mandinya udahan yuk!…. saya udah
pusing nih!” seru bang Togar setelah puas
membersihkan bagian lipatan bibir
kemaluanku dengan sabun dan air.
Setelah tubuhku disiram sekali lagi
kemudian tangan kanannya melingkari
belakang tengkuk leherku sedangkan tangan
kirinya mengapit belakang dua lututku sambil
menggangkat tubuhku dari air yang ada di
bath up itu. Tubuhku kemudian dibawanya
keluar kamar mandi dan kemudian tubuhku
yang masih basah lansung ditelentangkan
diatas ranjang motel yang empuk.
Kulihat bang Togar setelah meletakkan
tubuhku dia mengaduk-aduk tas berukuran
sedang dan berwarna hitam, entah apa yang
dicarinya, Tapi aku hanya menanti sambil
membanyangkan apa yang akan terjadi
dengan diriku bila topi bajanya masuk
kedalam tubuhku, sedangkan dengan benda
yang besarnya seukuran mas Roy saja aku
sudah kewalahan bagaimana jadinya dengan
benda yang melebihi dari ukuran yang selama
ini ku rasakan.
“Oh…untuk apa tambang itu bang?”
tanyaku ketika aku baru sadar kembali dari
lamunanku.
“Tambang ini…..?” balas bang Togar
sambil menunjukan tambang putih bersih kira-
kira seukuran tali pramuka yang biasa dipakai
anak-anak pramuka diwaktu kemping dan
terlihat masih baru.
“Tambang ini ya jelas untuk ngiket,
namanya aja juga tambang buat apa kalo
enggak dipakai buat ngiket” katanya lagi
sambil terseyum penuh gairah.
“Untuk iket apa bang?” tanyaku lagi
karena tak mengetahui maksudnya.
“Udah… nanti aja saya kasih taunya,
sekarang ayo duduk!” perintahnya sambil
mengulurkan tangannya untuk membantuku
bangkit duduk diatas ranjang. Tanpa berbicara
banyak bang Togar kemudian menaiki ranjang
sambil membelakangi tubuhku.
Sesudah itu kurasakan tangan kananku
ditarik kebelakang tubuhku dan kurasakan
pergelangan tangan kananku dililitnya dengan
tambang tersebut lalu kemudian pergelangan
tangan kiri juga di lilitnya sehingga kedua
tanganku hampir tak dapat bergerak lagi.
“Bang…untuk apa saya diikat bang!”
tanyaku, dengan hati mulai resah dan takut.
Tapi bang Togar tetap tak bersuara,
malahan pergelangan tangan kananku
dirapatkan bagian sikut lengan kiriku begitu
pula sebaliknya pergelangan tangan kiriku
dirapatkan sikut lengan kananku dan kembali
tambang yang panjang itu dililitkan beberapa
kali lagi.
“Bang…jangan….sakit……! ” seruku
mulai meronta karena takut, takut bila dia
mau membunuhku. “….bang ampun …
ampun…jangan bunuh saya” seruku lagi
sambil memohon.
“Mbak Nita…..mbak Nita….. tenang-
tengan…… siapa yang mau membunuhmu?
tenang mbak Nita…… saya tidak akan pernah
membunuh mbak! …….,” ucap bang Togar
sambil menggoyang kedua pundakku,
wajahnya terlihat kaget juga dengan reaksiku
tadi. “Saya hanya mau membawa mbak Nita
kedalam permainan yang baru” katanya lagi
sambil mencoba terus menyakinkan diriku
yang masih takut.
“Iya tapi mengapa musti mengikat
kedua tangan saya bang?” tanyaku dengan
wajah yang masih pucat.
“Saya ingin membawa mbak Nita
kedalam alam khayalan saya, pokoknya nanti
mbak Nita bisa merasakan perbedaannya.”
ujar bang Togar sambil melanjutkan melilit
tubuhku dengan tambang tersebut setelah
berhasil menenangkan diriku yang tadi masih
galau dan resah itu.
Kemudian bang Togar melilitkan
tambangnya tepat diatas bagian buah dadaku
dan melilitnya dua kali lalu kemudian
melilitkannya kembali dua kali tapi tepat
dibawah buah dadaku. Setelah itu pinggangku
yang giliran dililitnya dua kali kemudian paha
kiriku dililitnya juga dua kali. Setelah itu dia
menekuk kakiku hingga tumitku melekat di
belahan pantatku bagian kiri dan kemudian
pergelanan kaki kiriku dililitnya pula dua kali
setelah itu sekali lagi antara paha kiriku dan
pergelangan kiriku dililitnya sambil menyimpul
tambang tersebut hingga tak lepas lagi.
Setelah itu begitu juga dengan nasib paha dan
pergelangan kaki kananku.
“Mbak Nita…sekarang saya rebahin
dulunya” ujarnya sambil tangan kanannya
mendorong tubuhku pelan-pelaln kebelakang
hingga tubuhku kembali telentang.
Kemudian dia mengambil lagi seutas
tambang yang ukurannya lebih pendek.
Kurasakan tambang itu mulai menusuk masuk
lipatan bagian belakang lututku yang
kemudian diikatnya kuat-kuat lalu kurasakan
bagian lipatan lututku ditariknya dengan
tambang yang masih tersisa itu hingga
renggang dan tambang tersebut ditambatnya
di leherku begitupula denga sebelah lutut
kiriku, sehingga pangkal pahaku menjadi
semakin renggang dan luas.
“Nah bagaimana mbak Nit…., masih
bisa goyang?” tanyanya setelah selesai
mengikat sekujur tubuhku.
“Tidak…!” jawabku sambil mencoba
menggoyang tubuhku sendiri seakan-akan
ingin mencoba melepas tali temali tersebut.
“Ini yang disebut permainan seni sex
ala Jepang kuno! dan ini masih digunakan loh
di negeri asalnya!” kata bang Togar
memjelaskan padaku.
“Bagaimana seninya bang, kalau
enggak bisa bergerak begini” tanyaku lagi
penuh penasaran.
“Oh begini….seninya bukan masalah di
soal gayanya tapi gairah yang dapat
ditimbulkannya itu yang membuat lebih
berbeda dari permainan yang biasa dilakukan
orang.” Katanya menjelaskan padaku sambil
dia menyalakan sebatang rokok marlboro.
“……sudahlah…pokoknya nanti mbak Nita
rasakan sendiri dasyatnya permainan ini”
katanya lagi sambil dia mengambil seutas
tambang lagi yang lebih pendek kira-kira
panjangnya 1/2 meter. Sambil kulirik rupanya
dia mengikatkan tambang tersebut pada
tambang yang melilit pada lilitan tambang
yang ada dibawah buah dadaku dan
kemudian diikatkannya kembali pada lilitan
tambang yang berada diatas buah dadaku
hingga buah dadaku semakin mencuat karena
terdesak oleh himpitan tambang-tambang
tersebut.
“Nah yang ini namanya Off Mount!”
ujar bang Togar lagi sambil menunjukkan
sebuah benda berwarna hitam mirip bola golf
besarnya namun berlubang-lubang dan salah
satu lingkaran tersebut ada talinya terbuat dari
karet.
“Coba sekarang buka mulutnya…saya
mau masukkan Off Mount ini kedalam mulut
mbak, supaya nanti kalau mbak Nita mulai
histeris biar enggak terlalu keras suara yang
keluar…. coba AA…..” kata bang Togar
kembali. Tanpa disuruh untuk yang ketiga
kalinya kubuka bibir dan mulutku lebar-lebar
agar Off Mount tersebut dapat masuk
kedalam mulutku.
“OUFF…..” gunggamku ketika bola itu
mulai dimasukkan kedalam mulutku.
kurasakan bola tersebut juga dari karet karena
saat tergigit oleh mulutku sedikit lentur.
Setelah bola kecil tersebut masuk dalam
mulutku kemudian tali yang menempel pada
bola tersebut dililitkan kebelakan kepalaku
hingga sekarang tak mungkin dapat lepas lagi
dari dalam rongga mulutku.
“Hhhhh…hhhhhh….FFFff” suara desah
nafasku yang keluar dari dalam mulutku.
Setelah yakin bang Togar melihat
tubuhku yang sudah tak berdaya ini barulah
dia mulai meraba-raba tubuhku.
“Kamu terlihat sexy sekali mbak
Nita…” ujar bang Togar sambil tangan kirinya
membelai belai rambutku yang masih basah
sedangkan tangan kanannya mulai mengelus
perutku lalu naik sedikit kearah buah dadaku
yang membusung itu.
“EEEEM………” desah suara ku lagi,
saat kurasakan telapak tangannya meremas
buah dadaku yang padat berisi namun keyal
itu. Kemudian kurasakan punting susuku yang
mulai dipermainkannya dengan memuntir-
muntirkannya dengan sekali-kali mencubit-
cubit kecil sambil menarik-nariknya dengan
perlahan.
Detak jantung dan gerak nafasku mulai
tak teratur saat itu ditambah pula bibirnya
bang Togar mulai mencium, menjilat dan
mencubit-cubit kecil dengan giginya diseputar
telinga dan leherku yang jenjang.
“Bagaimana rasanya saat kau tak
berkutik seperti ini Nit…!” suaranya cukup lirih
sekali didekat telingaku hampir tak terdengar.
” …… saya akan membuatmu sampai pingsan
kenikmatan Nit…..” ucapnya lagi, lalu …..
“EMMMMMM…!” pekikku tiba-tiba
ketika tanpa kuduga sebelumnya, kurasakan
telapak tangan kanannya meremas dengan
keras dibibir kemaluanku yang sudah
terbentang bebas sejak tadi. Aku hanya
mampu menggeram – geram kesakitan
bercampur geli diseputar pangkal pahaku,
terlebih lagi saat jemarinya mulai mencubit-
cubit dan menyentil-nyentil bagian clitorisku
yang paling vital itu sampai-sampai aku
memejapkan mata dengan muka mengkerut
menahan geli dan ngilu seperti terkena strum
setiap kali jemarinya mencubit dan menyentil
clitorisku itu. Sangkin tak tahannya
kepalakupun bergerak kekiri dan kekanan
bagaikan ikan yang terhempas kedarat.
Bang Togar semakin senang dan
semakin nakal saja saat melihat tubuhku yang
tak berkutik ini menggelinjang-gelinjang apa
lagi saat melihatku yang sedang memberi
isyarat padanya untuk menghentikan
memainkan bagian klitoris dan lubang
vaginaku, dia malah semakin menjadi-jadi
dengan lebih keras dan lebih cepat lagi
mencubit, menyentil dan mencocok-cocokkan
jemari tangannya kedalam liang vaginaku.
Jujur saja walaupun diriku masih takut
dan sakit karena ikatan tambang namun ada
perasaan nikmat yang lain dari biasanya,
sepertinya semakin aku tak dapat melawan
dan pasrah sepasrah-pasrahnya malah
membuat hasrat birahiku mulai meletup-letup
tak terkendali.
Mungkin hampir 15 menit lamanya dia
mempermainkan bibir kemaluanku dengan
tangannya hingga puas, kupikir setelah dia
melepas tangannya yang nakal itu dia bakal
mulai menyutubuhiku yang sudah mulai
terangsang berat. Tapi ternyata bang Togar
malah kembali mengaduk-aduk tas hitamnya
dan mengeluarkan sebuah benda berwarna
coklat dengan pangkalnya ada kabel kecil.
“Nita… ini dildo namanya, mirip yah
seperti beneran!” ucap bang Togar sambil
memperlihatkan benda tersebut. Memang
kulihat sepintas mirip dengan penis seorang
pria yang sedang berdiri tegap, warnanya
coklat muda.
“Nah biar mbak Nit bisa liat saya
bantal dikepala yach!” katanya sambil dia
mengangkat kepalaku lalu menyusupkan dua
bantal yang ada diatas ranjang itu dibawah
kepalaku hingga sekarang mataku dapat
melihat kedua kakiku yang terbentang lebar
itu. Setelah itu kulihat dildo yang dipegangnya
sudah dibawanya dan didekatkan tepat
dimuka lipatan bibir kemaluanku.
“EEEMMMMMM…” geramku lagi mulai
takut, jantungku semakin berdetup kencang
saat kulihat Penis-Penisan itu mulai
menempel pada belahan lipatan bibir
kemaluanku, “EEEEMMMMM” geramku lagi
saat kurasakan ujung dildo itu mulai didorong
dan ditekannya kedalam mulut vaginaku.
“Bagaimana rasanya mbak Nit…
nikmatkan…nikmatkan….. sabar … sabar …
sedikit lagi ya sayang!” ujarnya sambil terus
menekankan mainan itu.
“EEEMMMMMM…” geramku berulang-
ulang dengan tubuh mulai mengejang kaku
menahan rasa ngilu dan perih juga geli saat
dia terus mendorong dan menekan walaupun
secara pelan namun terus menyusrup makin
dalam dan semakin dalam lagi hingga lama-
lama kulihat batang penis-penisan tersebut
hampir tenggelap didalam liang vaginaku.
Setelah itu kulihat bang Togar
mengambil semuah tali tambang lagi dan
mengikatkan ujung batang dildo itu kuat-kuat
kemudian sisa untaiannya diikatkan melingkar
pada pinggul dan pinggangku.
“EEEMMMM…..OOOOOOO…” suara
desah rintih yang keluar dari dalam mulutku
semakin keras saja takkala kurasakan
didalam lubang vaginaku benda tersebut
mulai bergerak-gerak seperti ular yang
sedang menggali lorong tanah. Sesekali
kurasakan juga ada getaran-getaran kecil
yang keluar dari dalam mainan dildo itu.
Hasrat birahiku semakin menjadi-jadi
dan meluap-luap tak terkendali lagi olehku,
sebenarnya aku sudah ingin cepat-cepat dia
menancapkan pusakanya yang gede itu tapi
aku tak dapat bicara dengan mulut yang
tersumpal benda yang bernama off mounth itu
sedangkan untuk bergerak saja aku tak
mampu untuk berkutik lagi didalam ikatannya
yang kuat itu. Walau ada perasaan menyesal
dan kesal mengapa aku menurut saja untuk
diikat hingga aku tak dapat berbuat apa-apa
namun disisi lain gejolak nafsuku malah
melonjak-lonjak dan ada perasaan aku turut
menyukai permainan ini.
“Nit…Nit… saya tinggal sebentar aja!
saya mau beli rokok dulu, enggak lama kok,
paling – paling 5 menit lamanya” ujarnya
membangunkan pikiranku yang sudah sejak
tadi melayang-layang diudara. “Nikmati saja
mainan yang ada didalam situ…” ucapnya lagi
sambil bang Togar mengecup keningku lalu
dia mengenakan pakainanya lagi dan lalu
keluar dari dalam kamar motel ini
meniggalkan tubuhku yang terikat dengan
dildo yang sedang bergerak-gerak lincah
didalam lubang vaginaku.
Didalam kesunyian kamar motel ini
pikiranku kembali lagi melayang-layang
menikmati gerakan dildo yang tanpa henti itu.
“Kreeek”…terdengar pintu terbuka,
“EEEMMMM” gunggamku dengan
terkejut setengah mati ketika kulihat ternyata
yang masuk bukan lagi bang Togar melainkan
dua orang lagi yang rupanya mereka adalah
room service dari motel tersebut.
Kulihat kedua orang itupun juga
terkejutnya, namun tak lama kemudian salah
satunya cepat-cepat menutup pintu kembali.
Sementara aku masih terkejut kulihat kedua
laki-laki itu mulai mendekatiku bahkan
memandangi seluruh tubuhku yang tanpa
daya ini.
Tante…tante kenapa?” tanya seorang
dari mereka.
Aku hanya dapat menggeleng-
gelengkan kepala saja saat itu sambil terus
menggeram-geram ketakutan.
“Tante diperkosa ya, sama laki-laki
tadi” ucap yang satunya lagi.
“EEEMMMM..” geramku lagi sambil
menggeleng-gelengkan kepala. Diriku mulai
takut dan malu saat itu.
“Yang tadi keluar itu suami tante!?”
tanyanya lagi.
Aku langsung saja mengangguk-
angguk dengan cepat supanya mereka cepat-
cepat keluar dari kamar ini.
“Kalau yang tadi suaminya, kenapa
istrinya diiket sampe begini Dul” tanya
temannya kepada orang yang rupanya
bernama Dul itu.
“Wah kalau gitu ini sich namanya
belom kerja udah dikasih daging segar Coi”
celetuk orang yang bernama Dul pada
temannya yang bernama Coi itu.
“Udah kita sikat langsung! mumpung
lakinya lagi pergi” seru Dul pada temannya.
Tubuhku yang terikat tanpa daya
langsung saja diserbunya. Tangan-tangan
mereka langsung menggerayangi pangkal
pahaku, buah dadaku serta puting susuku.
Walaupun aku tak berdaya namun aku
tetap mencoba meronta dari mereka. Tapi
nasi sudah menjadi bubur, mereka tetap saja
menggeranyangi tubuhku sambil mengecup-
ngecup buah dadaku, puting susuku,
clitorisku, serta terus meremas-remas seluruh
bagian tubuhku dengan penuh nafsu….
Aku yang terus menerus diserang
habis-habisan oleh mereka berdua lama-lama
jadi menikmatinya pula setiap rabaan dan
kecupan-kecupan mulutnya, entah berapa
lama kedua room service itu melahap-lahap
tubuhku.
Sedang asyik-asyiknya aku menikmati
rabaan dan hisapan-hisapan serta jilatan-
jilatan lidah mereka tiba-tiba saja mereka
menghentikan perbuatannya dan ……
“Coi…..cepet kabur….Lakinya udah
pulang tuh…. ayo cepet” suara orang yang
bernama Dul menyuruh temannya untuk
menghentikan lahapannya sambil cepat-cepat
bergegas keluar dari kamar ini.
Sementara nafasku yang tadi sudah
memburu kembali mulai tenang dan tak
berapa lama pintu kamar terbuka kembali dan
kulihat sesosok yang sudah kukenal untung
lah dia si bang Togar sudah kembali lagi.
“Bagaimana Nit rasanya….enakkan…”
tanya bang Togar sambil duduk dibibir
ranjang, “….. tuh kan udah basah ranjangnya”
ucapnya lagi setelah melihat bagian bawah
kemaluanku yang sudah mengeluarkan lendir
dan membasahi sprei ranjang yang kutiduri
ini.
Setelah puas memandangi tubuhku
yang meliuk-liuk sendiri dan menggeram-
geram sendiri akhirnya dia melepas dildo
tersebut dan kemudian dia mulai
menggantikan posisi dildo itu dengan si
burung rajawali yang besar itu.
Bang Togar mulai berlutut tepat
didepan pangkal pahaku lalu sambil
mengangkat sedikit pinggulku, Penisnya mulai
diarahkan tepat ditengah-tengah bibir
kemaluanku yang sudah terbuka lebar.
“EEEEMMMM…EMMMM….” teriakku
keras-keras merasakan kepala penisnya yang
menusuk masuk kedalam pangkal pahaku itu.
Selanjutnya dia terus mulai menusuk-
nusukkan dengan cepat dan gerakannya
semakin cepat dan sekali-kali dihentakkannya
kuat-kuat didalam lubang vaginaku hingga
aku kembali menjerit kuat-kuat tak
tertahannkan. Cukup lumanyan lama dia
mengocok-ngocokkan penisnya didalam
kemaluanku, aku sendiri sudah dua kali
mencapai klimaksnya namun dia tak kunjung
tiba hingga pada puncak klimaks ku yang
untuk ketiga kalinya dia baru mengeluarkan
batang penisnya dari dalam kemaluanku yang
sudah semakin panas itu dan kemudian
sambil tangannya memegang penisnya sendiri
bang Togar melepas off mount dari mulutku
namun belum sempat aku menarik nafas lebih
banyak lagi lewat mulutku, kepala penisnya
yang luar biasa besarnya itu langsung
dilolohkan kedalam mulutku hingga….
“OUFFFF…..MMMM…. ” gunggamku
dengan mulut yang menganga lebar. Mulutku
yang masih penuh dengan lendir ludahku
sendiri langsung muncrat keluar dari selah
selah batang penisnya yang main nyelonong
masuk kedalam mulutku.
“EM……GLK……KKK…” tiba-tiba saja
kurasakan kerongkokangan kena semprotan
air maninya.
“UUUUUUU……H..ZZZ….” suara bang
Togar mengerang sambil memejamkan mata.
Akhirnya bang Togar langsung ambruk disisi
kananku sambil menikmati sisa klimaksnya
sendiri.
“Bagaimana Nit….kamu suka dan puas
dengan permainan tadi?” ucap bang Togar
setelah beberapa menit lamanya dalam
keheningan dan dinginnya ruang kamar motel
tersebut.
“Puas ….!” kataku pelan dengan nafas
yang masih lemah.
“Sayang waktu berjalan cepat amat
cepat sekali sayang…,” katanya sambil
membelai rambutku yang sudah acak-acakan
dengan penuh rasa kepuasan. “…sekarang
sudah sore, lebih baik kita sudahan dulu,
sabtu depan kita ulangi lagi! maukan?”
ujarnya lagi.
“Terserah bang Togar saja, yang
penting anak saya selalu dibantu dalam
kenaikan kelasnya!” kataku mengingatkan dia.
” oh tentu…tentu, yang pentingkan
ibunya, kalau ibunya nurut anaknya pasti lulus
terus.” ucapnya lagi sambil mencium bibirku
dan tangannya meremas pantatku sekali lagi
sebelum kami berdua meninggalkan motel itu

1 komentar: